Address
Jl. Rawamangun Muka, Pulo Gadung, Jakarta Timur, DKI Jakarta – 13220
Phone

Menelisik Urusan Perut yang Diurus Pemerintah Thailand


Syiva Amalia | Eunopia | Sastra Indonesia (2022)

Dijuluki sebagai “Gajah Putih” siapa yang tidak mengenal negara Thailand, salah satu negara tetangga Indonesia? Namun, faktanya dalam hal ekspansi makanan, Thailand jauh lebih unggul dari kita. Sebagai negara yang terkenal dengan penghasil rempah-rempah, mengapa Indonesia bisa tersalip oleh negara yang tidak pernah dijajah dan dihuni oleh 71.801.279 jiwa pada pertengahan tahun 2023? Perlu diketahui bahwa restoran masakan Thailand sudah banyak beredar di beberapa negara, sebut saja Amerika Serikat, Jepang, Spanyol bahkan di Indonesia juga.

Fakta ini membuat Thailand mendapatkan peringkat 6 dalam masakan paling favorit, mengutip dari laman blog pribadi Roberta Garibaldi seorang profesor manajemen pariwisata asal Italia yang ditulis oleh Wantanee Suntikul penulis dari Politeknik Universitas Hongkong. Keberhasilan masuk ke dalam 10 besar masakan paling favorit di segala jenis menunjukkan betapa fokus, ambisius, dan konsistennya peran pemerintah Thailand dalam memperkenalkan masakan Thai ke seluruh dunia. Mari bedah dengan santai bagaimana Thailand bisa sesukses itu memperkenalkan makanannya di seluruh dunia.

Gastronomi ala Thailand

Berasal dari kata gastro atau gaster dalam bahasa Yunani Kuno yang berarti perut serta kata nomi atau nomos yang berarti hukum atau peraturan. Dapat dikatakan bahwa gastronomi merupakan hukum atau seni yang mengatur perut. Dalam buku Gastronomi Molekuler (2017) karya Winarno dikatakan bahwa lingkup dari ilmu ini meliputi penemuan, pencicipan, riset, penulisan terkait persiapan pangan hingga kualitas sensoris dari nutrisi manusia secara keseluruhan. Menjadikan selain makanan, nutrisi manusia juga turut diperhatikan. Masih di dalam bukunya, Winarno juga menyebutkan bahwa ilmu mengenai makanan ini dapat meluas sampai bagaimana nutrisi berhadapan dengan budaya.

Mari lihat bagaimana Thailand melakukan apa yang dikatakan Winarno dalam bukunya. Berdasarkan pengalaman Sukrajo, seorang pemilik restoran Thailand Dee Daa yang berlokasi di New York, Amerika Serikat dalam laman situs mldsport.com yang berjudul “Restoran dengan Teknologi Molecular Gastronomy” menjelaskan bahwa saus dalam masakan dibuat langsung di Thailand. Menggunakan teknik flash-freezing, yakni teknik dimana saus ditempatkan pada sebuah kantong agar bisa dikirimkan ke New York. Teknik ini menghasilkan rasa saus yang otentik khas Thailand, pun sukses membawa Sukrajo membuka cabang lain di Manhattan.

Dalam tulisan yang dibuat oleh salah satu firma hukum Thailand dalam Medium dengan judul “All about Gastronomy Tourism in Thailand” pada tahun 2019, dijelaskan bahwa pada program gastronomi, pihak yang juga turut membantu menyukseskannya ialah Departemen Kepariwisataan Thailand. Dalam tulisan tersebut, dikatakan bahwa peran departemen selain untuk mempromosikan makanan Thailand kepada para wisatawan juga sebagai penghubung sektor pertanian Thailand. Hal ini bisa dibilang, hasil dari usaha terus-menerus dalam berpromosi akhirnya memunculkan kesadaran bahwa masakan Thailand begitu dinikmati oleh khalayak ramai yang berujung pada semakin berputarnya keuntungan di sektor pertanian. Departemen Kepariwisataan Thailand juga menekankan agar makanan Thailand memiliki nutrisi yang tinggi termasuk rempah-rempah dan bumbu yang berkualitas.

Bila dikaitkan dengan pengalaman Sukrajo, pemilik resto Thailand di New York serta tulisan dari salah satu firma hukum Thailand, dapat dikatakan bahwa peran antar departemen di negara Thailand saling melengkapi dan memiliki ambisi yang sama terkait gastronomi ini. Mulai dari mempromosikan negara Thailand, kemudian masakan Thailand yang bernutrisi dan berempah, dilanjutkan bagaimana akhirnya sektor pertanian mendapatkan angin segar. Lalu apakah cara seperti ini bisa ditiru oleh negara Indonesia?

Berdasarkan laman detikfood.com yang berjudul “William Wongso Soal Promosi Kuliner Lokal ke Mancanegara: Tiru Thailand! ternyata ambisi pemerintah Thailand”, terutama Perdana Menteri yang bernama Thaksin Shinawatra yang menargetkan tersebarnya restoran Thailand di dunia. Ambisi kuat ini membuahkan hasil yang memuaskan dalam tiga tahun. Restoran yang awalnya tersebar hanya 5.000 saja secara signifikan naik menjadi 25.000. Maka dari itu, tidak salah bila Wongso menyarankan untuk mengikuti jejak Thailand dalam mempromosikan kuliner Indonesia.

Global Thailand = Upaya Pemerintah

Setelah mengetahui bagaimana urusan perut ini dijalankan, pada bagian ini akan lebih membahas mengenai hal apa saja yang dilakukan pemerintah Thailand sampai bisa sesukses sekarang. Berawal dari Global Thailand Campaign yang pertama kali dijalankan pada masa Perdana Menteri Thaksin Shinawatra tahun 2002. Fokus dari program ini seperti yang disampaikan Wongso yakni upaya untuk menyebarkan restoran Thailand di seluruh dunia. Namun, setahun setelahnya fokus itu makin meluas. Terlihat dari tujuannya, dikutip dan diterjemahkan secara bebas dari Fostering Food Culture With Innovation: OTOP and Thai Kitchen to the World program yang bermula menyebarkan restoran Thailand menjadi mendunianya dapur Thailand. Program ini meliputi, ekspansi agrikultur dan bisnis makanan, menaikkan hasil produksi agrikultur, serta mendukung dalam hal investasi untuk memperlebar jaringan restoran serta makanan olahan dari Thailand di dunia.

Pada program ini, pemerintah Thailand memberikan bantuan berupa pinjaman kepada para warganya yang ingin membuka restoran Thailand di berbagai negara. Tidak heran bila pada laman detikfood.com Wongso mengatakan “sebesar apapun dana yang disiapkan pemerintah, mendirikan rumah makan Indonesia di luar negeri itu tidak akan langgeng. Dananya akan habis dalam waktu singkat”. Hal ini terjadi karena tidak dibarengi dengan menyebarnya hasil dari produksi agrikulturnya. Bisa dikatakan bahwa Thailand bisa sesukses sekarang berkat keduanya berjalan, baik dari sektor ekspansi restoran juga hasil produksinya.

Hasil produk agrikultur Thailand bisa ditemukan pada video-video para diaspora di luar negeri yang rindu akan masakan Indonesia tetapi susah dicari. Misalnya pada video dari kanal YouTube My Oz Life yang diunggah pada tanggal 16 Januari 2024, di situ terlihat bahwa mulai dari sayur, tahu, sampai tempe di toko Asia Australia itu kebanyakan berasal dari Thailand dan Vietnam. Hal ini juga turut dikritisi oleh Wongso pada laman detikfood.com bahwa seharusnya diperkenalkan dulu bumbu dari Indonesia secara teknis. Misal langsung diberikan resep rendang yang bahannya banyak malah akan membuat pusing, atau malah bisa. Pelan-pelan contoh cara Thailand, tidak bisa cepat memang tetapi bila dijalankan dengan satu ambisi dan tekad kuat bersama hasil yang manis akan berbuah. Semoga saja pemerintah bisa memberi perhatian lebih untuk “urusan perut” orang-orang di luar Indonesia agar mau berkunjung dan menyukai masakan Indonesia.

Editor: Muhammad Fahri Novarian