Address
Jl. Rawamangun Muka, Pulo Gadung, Jakarta Timur, DKI Jakarta – 13220
Phone

Krisis di Piring Kita


Sumber: iStock Photo

Asni Angelina | Arutala | Pendidikan Ekonomi (2022)

Beras adalah makanan yang paling banyak dikonsumsi orang Indonesia. Beras sudah menjadi salah satu makanan pokok bagi miliaran orang di seluruh dunia dan berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan global. Oleh karena itu, ketersediaan beras sangat penting bagi mata pencaharian penduduk Indonesia. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, kekurangan beras telah menjadi masalah ketahanan pangan utama, terutama di negara-negara berpenduduk padat di mana beras merupakan sumber energi utama.

Buku The Rice Crisis (2010) oleh David Daw membahas berbagai faktor yang berkontribusi terhadap kekurangan beras, mulai dari faktor eksternal seperti perubahan iklim hingga faktor internal seperti kebijakan pemerintah dan dinamika pasar. Salah satu faktor utama yang disoroti dalam buku ini adalah ketidakstabilan produksi beras, yang dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti perubahan iklim, penyakit tanaman, dan kebijakan pertanian. Faktor-faktor ini sesuai dengan apa yang terjadi di Indonesia. Faktanya, beras merupakan masalah yang selalu ada di Indonesia setiap tahunnya.

Ada beberapa masalah yang menyebabkan kelangkaan beras dan tingginya harga beras, salah satunya adalah penurunan produksi gabah. Penurunan produksi gabah disebabkan oleh faktor iklim seperti El Nino yang menyebabkan kekeringan dan La Nina yang meningkatkan curah hujan dan membawa risiko banjir di Indonesia. Di Desa Cangklin B, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, banyak petani yang memanen padi yang rusak akibat terendam banjir selama lebih dari 10 hari. Banjir menggenangi 3.427 hektare sawah, menyebabkan kerugian panen seluas 1.975 hektare.

Kerugian panen yang disebutkan oleh pemerintah seharusnya sudah diperkirakan. Hal ini dikarenakan siklus panen dan kondisi cuaca sebenarnya dapat diprediksi berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Penurunan produksi gabah juga disebabkan oleh tingginya harga pupuk non-subsidi dan pengurangan alokasi pupuk bersubsidi pada tahun 2023. Di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, para petani menggunakan pupuk kompos sebagai pupuk alternatif untuk sawah mereka karena berkurangnya ketersediaan pupuk kimia.

Dikutip dari kompas.com, konversi lahan pertanian padi juga menjadi pemicu nonalam selain pupuk. Antara 90.000 hingga 100.000 hektare lahan padi dikonversi setiap tahunnya. Tren meluasnya konversi lahan padi menjadi lahan pertanian lain seperti jagung telah menyebabkan penurunan produksi gabah. Para petani mengubah padi menjadi jagung karena biaya produksi gabah lebih tinggi daripada jagung.

Sebuah studi menunjukkan bahwa petani yang beralih dari padi ke jagung dapat meningkatkan pendapatan mereka hingga Rp9.000.000 pada tahun 2022. Di daerah lain, sawah telah dikonversi menjadi lahan pertanian selain padi. Di Kecamatan Kembangbahu, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, para petani mengonversi lahan pertanian padi menjadi perkebunan tebu antara tahun 2017 hingga 2020. Prospek pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan padi menjadi alasan petani di Lamongan untuk beralih ke tebu.

Di sisi lain keberadaan Perusahaan Umum (Perum) Bulog adalah perusahaan milik negara yang bertanggung jawab atas pengadaan dan distribusi beras di Indonesia. Berbeda dengan beras Bulog, kenaikan harga beras kategori premium yang kini mencapai Rp18.500 per kilogram memengaruhi daya beli masyarakat, terutama mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Selain itu, kelangkaan beras menyebabkan kelaparan, konflik sosial, dan kekurangan gizi di masyarakat. Dari kasus ini bukankah peran adanya Bulog patut dipertanyakan? Mengingat perusahaan milik pemerintahan sebesar itu saja belum bisa memenuhi kebutuhan beras secara maksimal.

Selanjutnya juga terdapat Beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) yang merupakan solusi bagi masyarakat yang tidak mampu membeli beras dengan harga yang mahal. Pemerintah mengeluarkan beras dari stok Bulog sehingga “beras berkualitas” pun dapat tersedia di pasar dan toko-toko dengan harga yang terjangkau. Selain berkurangnya produksi gabah, kelangkaan beras dan kenaikan harga juga disebabkan oleh program bantuan pangan pemerintah. Untuk memastikan ketersediaan beras, pemerintah menyediakan 10 kg beras untuk 22 juta keluarga setiap bulannya dari Maret 2023 hingga Juni 2024.

Akibatnya, Bulog dituduh tidak memiliki cukup beras untuk mencegah kenaikan harga beras. Namun, Bulog membantah tuduhan ini menurut Kepala Bulog Bayu Krisnamurti, beras bantuan pangan dan beras SPHP didistribusikan secara berbeda. Pemerintah juga mendesak masyarakat untuk tidak melakukan panic buying meskipun ada kenaikan harga dan ancaman kelangkaan beras menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idulfitri. Pembelian kebutuhan pokok yang berlebihan hanya akan menyebabkan gejolak keamanan di tengah masyarakat dan menunda stabilitas harga pangan.

Produksi gabah di Indonesia menurun rata-rata satu persen per tahun. Penurunan ini bersifat permanen karena petani tidak mau terus menanggung kerugian akibat harga jual yang tidak sesuai dengan biaya produksi. Kerugian ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang lebih memprioritaskan konsumen daripada petani. Ketidakseimbangan ini tercermin dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah panen kering yang lebih rendah dari biaya produksi yang harus ditanggung petani.

Mengutip dari bbc.com, saat ini HPP untuk gabah kering panen adalah Rp5.000 per kg. Sebaliknya, biaya produksi petani adalah Rp5.700 per kg pada tahun 2022. Karena tidak ingin merugi, banyak petani yang enggan berbisnis dengan Bulog. Akibatnya, Bulog harus memenuhi kuota cadangan beras melalui sistem impor. Dari informasi ini membuktikan bahwa situasi Bulog juga dalam kondisi yang tidak aman dan tergesa-gesa untuk memenuhi kebutuhan pangan utama di Indonesia.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah pun berencana akan mengimpor 3,6 juta ton beras. Produksi beras lokal dikatakan tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan lokal. Untuk mengatasi mekanisme pasar yang menentukan harga beras di pasaran, masyarakat diharapkan membeli beras SPHP yang dikeluarkan oleh Bulog. Hal ini untuk membatasi kenaikan harga beras lokal yang belum dipanen jika terjadi penurunan permintaan.

Di luar impor beras, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwan Kartasasmita telah merekomendasikan beras sagu sebagai makanan pokok pengganti beras. Indonesia memiliki 5,5 juta hektare area budidaya sagu dengan potensi menghasilkan 34,3 juta ton pati sagu. Beras analog sagu juga dianggap lebih sehat karena mengandung lebih banyak pati resisten dan memiliki indeks glikemik yang lebih rendah, yaitu kecepatan atau kelambatan karbohidrat dalam makanan meningkatkan kadar gula darah dalam tubuh. Hal ini menjadikannya pilihan yang baik untuk mencegah diabetes.

Seiring dengan meningkatnya permintaan beras dan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, peningkatan konsumsi beras per kapita setiap tahunnya akan menyebabkan kelangkaan beras. Kelangkaan beras menyebabkan kenaikan harga beras, sehingga kenaikan harga beras berdampak pada masyarakat. Untuk mengatasi kelangkaan beras, pemerintah telah melakukan beberapa solusi.  Dengan adanya solusi-solusi tersebut, diharapkan permasalahan beras yang terjadi setiap tahunnya dapat teratasi dan harga beras dapat stabil di pasaran.

Editor: Faudzia Mutmainah